METROSIANTAR, WahanaNews.co - Praktik ketenagakerjaan di PT Sheel Oil Indonesia yang beroperasi di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangkei kembali menuai kecaman. Para pekerja mengaku menjadi korban dugaan penindasan hak normatif, mulai dari Tunjangan Hari Raya (THR) tak dibayarkan, salinan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) tidak pernah diberikan, hingga upah murah yang merusak standar pasar tenaga kerja.
Padahal, PT Shell Oil Indonesia selama ini dikenal mengembangkan investasi strategis di kawasan tersebut untuk mengelola hasil agro dan memproduksi produk turunan, seperti metil ester dan pelumas, yang digadang-gadang menjadi motor penggerak ekonomi daerah.
Baca Juga:
Diduga Jadikan PKWT Modus Pelanggaran, PT Basic International Sumatera Putus Kontrak Pekerja Lokal Sepihak
Pekerja yang direkrut melalui vendor PT STG menyebutkan bahwa mereka telah bekerja sejak bulan ke-9, namun hingga kini THR tidak pernah diterima. Ironisnya, pihak vendor sebelumnya menjanjikan THR akan dibayarkan saat Natal, namun janji tersebut diduga hanya isapan jempol.
"Kami bekerja penuh, tapi THR nihil. Janjinya waktu Natal, tapi sampai sekarang kosong. Gaji kami pun baru dibayar tanggal 3 Januari 2026. Ini sangat menyakitkan,” ujar narasumber dengan nada kecewa.
Lebih parah lagi, selama enam bulan bekerja, para pekerja mengaku tidak pernah menerima salinan PKWT. Kondisi ini membuat status kerja mereka abu-abu, rentan diputus sepihak, dan diduga menjadi modus untuk menghindari kewajiban perusahaan terhadap pekerja.
Baca Juga:
Papua Nugini Minta 'Zona Aman' di Perbatasan RI, Cegah Konflik Papua Barat
Di sisi lain,
Praktik pemborong nakal di lingkungan kerja PT Shell Oil juga disorot. Salah satu perusahaan asal Medan, PT PAJ, disebut menyediakan tenaga kerja bagian produksi dengan upah hanya Rp100.000 per hari. Angka tersebut dinilai sangat tidak manusiawi dan merusak harga pasaran upah di kawasan industri.
Padahal, berdasarkan ketentuan yang berlaku, pekerja seharusnya menerima upah sekitar Rp3.088.000 per bulan, atau setara ±Rp123.500 per hari (25 hari kerja). Perbedaan mencolok ini memunculkan dugaan kuat adanya pelanggaran sistematis terhadap aturan pengupahan.
“Ini bukan lagi kelalaian, tapi sudah seperti pembiaran. Upah ditekan, kontrak disembunyikan, THR dirampas. Anehnya, PT Shell Oil seolah kebal dan tak pernah tersentuh sorotan media,” tegas narasumber.