METROSIANTAR, WahanaNews.co - Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) Medan berhasil menggerebek pabrik mie kuning basah yang mengandung formalin di tiga lokasi, masing-masing di Kota Pematangsiantar dan Kabupaten Simalungun.
Dari penggerebekan tersebut, petugas menyita sedikitnya 25 karung mie basah atau senilai Rp200 juta, Kamis (21/8/2025).
Baca Juga:
Ketua TP PKK Pematangsiantar Kunjungi Yayasan Rumah Ramah Anak Berkebutuhan Khusus
Kepala BBPOM Medan, Martin Suhendri, menjelaskan bahwa pengungkapan kasus ini berawal dari laporan masyarakat. Informasi awal menyebutkan adanya peredaran mie berformalin yang ditemukan di Kabupaten Toba dan Kabupaten Samosir, dengan dugaan sumber produksi berasal dari Kota Pematangsiantar.
“Selanjutnya tim melakukan pengembangan ke lapangan, dan dari hasil pengujian laboratorium dipastikan mie tersebut positif mengandung formalin,” ujar Martin usai penggerebekan di Jalan Pattimura, Kelurahan Tomuan, Kecamatan Siantar Timur.
Sebelumnya, dalam kurun tiga hari terakhir, BBPOM juga menemukan pabrik mie berformalin di Desa Embong Marjandi, Kecamatan Panombean Pane, serta Desa Karang Bangun, Kecamatan Siantar, Kabupaten Simalungun.
Baca Juga:
Tujuh Remaja Diamankan Polisi karena Diduga Akan Tawuran di Pematangsiantar
“Temuan ini merupakan hasil tangkap tangan, sehingga dilakukan penggeledahan di tiga lokasi sekaligus. Tindakan ini bertujuan untuk melindungi masyarakat dari bahaya pangan berformalin,” tambah Martin.
Dari lokasi penggerebekan, petugas juga mengamankan sejumlah bahan berbahaya lain, antara lain soda A, air abu yang mengandung boraks, cairan formalin, pemutih, adonan tepung, serta air resep.
Seluruh barang bukti kini telah diamankan di kantor BBPOM Medan.
Martin mengungkapkan, mie kuning basah berformalin tersebut dipasarkan ke berbagai kabupaten/kota di Sumatera Utara.
Ia juga menyebut, berdasarkan informasi dari Dinas Kesehatan, pengelola pabrik tersebut merupakan pihak yang sebelumnya tercatat sebagai binaan dinas.
Saat ini, BBPOM telah memintai keterangan dari para pengelola pabrik dan mendalami keterlibatan pihak-pihak terkait. Para pelaku berpotensi dijerat Pasal 136 Jo Pasal 175 dan Pasal 140 Jo 86 UU RI Nomor 18 Tentang Pangan Tahun 2012 menyatakan pelaku didenda maksimal Rp 10 miliar dan paling sedikit Rp 2 miliar serta pidana penjara maksimal 5 tahun dan paling sedikit 2 tahun.
[Redaktur : SHN]