METROSIANTAR, WahanaNews.co - Warga di sekitar Jalan Besar Pekan Bahapal, Kecamatan Bandar Huluan, Kabupaten Simalungun, mempertanyakan kualitas serta transparansi pengerjaan proyek drainase atau leningan yang saat ini tengah berlangsung di kawasan tersebut.
Pantauan awak media di lokasi menunjukkan bahwa proyek tersebut tidak memiliki papan informasi (plank proyek) sebagaimana diamanatkan dalam aturan pemerintah. Kondisi ini menimbulkan dugaan bahwa pelaksana kegiatan sengaja tidak menampilkan sumber dana, nilai proyek, dan pihak kontraktor yang bertanggung jawab.
Baca Juga:
Ditreskrimsus Polda jambi Berhasil mengungkap Kasus Tindak Pidana Pertambangan Tanpa Izin (PETI).
Selain itu, material yang digunakan tampak berupa batu padas atau batu kapur yang mudah hancur, yang secara teknis tidak direkomendasikan untuk pekerjaan struktur drainase atau penahan tanah karena daya rekat dan ketahanannya rendah terhadap air.
Menariknya, di lokasi juga terlihat keberadaan mesin molen, namun menurut warga setempat, alat tersebut hanya sebagai formalitas, sebab mayoritas pekerjaan dilakukan secara manual dengan tenaga manusia.
Seorang warga setempat bernama Saragih (45) mengaku kecewa dengan pelaksanaan proyek tersebut. “Batu yang dipakai itu mudah hancur, apalagi kalau hujan deras. Ini proyek sepertinya asal jadi. Kami juga bingung, tidak ada papan proyeknya. Jadi kami tidak tahu siapa yang kerjakan dan dari anggaran mana,” ujar Saragih kepada awak media Senin (7/10/2025).
Baca Juga:
Danrem 042/Gapu Tekankan Tanggung Jawab Kader Pelatih Pencak Silat Militer di Satuan Jajaran
Hal senada diungkapkan tokoh masyarakat setempat, M. Damanik (52), yang menilai proyek itu minim pengawasan. “Kalau pakai batu kapur begini, drainase bisa rusak dalam hitungan bulan. Harusnya pemerintah tegas meninjau kualitas bahan dan cara kerja di lapangan,” ujarnya.
Sesuai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, setiap proyek pemerintah wajib menampilkan informasi publik melalui pemasangan papan proyek. Hal ini bertujuan agar masyarakat mengetahui sumber anggaran, waktu pelaksanaan, dan pihak pelaksana kegiatan.
Ketiadaan plank proyek di lapangan dapat dikategorikan sebagai pelanggaran administratif, bahkan berpotensi menjadi indikasi penyimpangan anggaran, jika ditemukan adanya ketidaksesuaian antara perencanaan dan realisasi.